DJ atau disc jockey, dirunut dari sejarahnya, adalah orang yang memilih, memilah dan memainkan musik bagi penikmatnya. Zaman dulu, cakram musik belum berwujud seperti format digital sekarang. Akibatnya, para DJ harus bersusah-payah mengganti piringan hitam untuk berganti artis atau album.
Para DJ yang umum dikenal biasanya beroperasi di kerumunan publik macam bar, diskotek atau kafe. Mereka antara lain Jimmy Savile asal Inggris, yang pertama kali menggunakan dua turntable dan mic untuk DJ. Lalu ada Regine di klub Whiskey a Go-Go Paris, dan DJ radio Alan Freed (AS).
Dengan definisi memilih-memilah-memainkan musik, penyiar radio juga layak dikatakan sebagai DJ. Mereka melakukan kurasi dan bisa memperdengarkan musik yang dipilih untuk pendengar.
DJ yang terkenal zaman dulu adalah mereka yang bisa mengantarkan lagu-lagu yahud dan memiliki filosofi khusus, kesesuaian selera, serta transisi antartembang yang halus. Sementara, DJ dalam blantika hip-hop/rap adalah mereka yang bisa "menghiasi" lagu agar bisa ditimpali oleh bacot MC.
Nah, di zaman digital dan Internet saat ini, dunia DJ juga semakin berkembang.
Revolusi format karya musik membuat medium yang digunakan para DJ berubah pesat. Saat ini pilihan tersedia luas. Dari piringan hitam ke cakram digital lalu ke flashdisk. Hal ini pula yang menyulut perdebatan panjang — bahkan hingga sekarang — yang intinya menyangsikan kepiawaian sang DJ format digital.

Namun perkembangan teknologi sungguh pesat. Dan karya musik tetaplah karya musik: apalah arti karya tersebut jika tak ada yang mendengar? Dunia joki cakram pun perlahan-lahan bergeser, ia tak hanya menggunakan medium konvensional semata.
Beberapa DJ tetap menggunakan piringan hitam dengan alasan yang valid. Yang lain? Beradaptasi dengan format digital. Banyak juga yang mengombinasikan keduanya. Pada dekade '40-an, kemunculan DJ menghancurkan format pertunjukan langsung yang menjadi pakem radio dan televisi saat itu. Sekarang, kita menyaksikan DJ arus utama yang "terancam" oleh DJ-DJ dadakan.
DJ radio (atau biasa disebut music director) saat ini bisa menggunakan format MP3, tinggal klik dan beres. DJ termutakhir tak lagi butuh operasi banyak orang. Sendirian juga bisa! Aplikasi yang menyediakan layanan canggih untuk menjadi DJ "terbatas" berlimpah. Kita bisa berupaya lewat 8tracks, atau membuat podcast di iTunes, menggunakan fitur playlist di Spotify, Pandora, bahkan Youtube.
Skala audiens DJ juga berubah. Jika pertunjukan DJ versi lama membutuhkan penonton yang berkumpul di satu tempat, DJ era Internet memfasilitasi mobilitas tinggi. Para penikmat tinggal mengklik stasiun atau nama pengguna tertentu, dan voila! mereka bisa mendengarkan petunjukan.
Dalam sebuah perjalanan darat baru-baru ini, seorang teman memutarkan banyak lagu pilihannya kepada semua penumpang. Terkadang ia memutar lagu koleksinya. Tak lama kemudian si teman ini menyajikan video musik, disusul oleh rekaman artis-artis indie yang mengunggah karya mereka di jagat maya. Dialah disc jockey yang menghibur kami hari itu.
Jika kita kesampingkan perdebatan antara medium analog vs digital, yang dibutuhkan untuk menjadi seorang DJ pada dasarnya adalah kemampuan analisis suara (yang cocok untuk penampilan), mixing (insting tata suara yang baik agar lagu/bunyi yang dipilih sesuai volumenya).
Seorang DJ juga mesti memiliki penilaian baik akan mutu keluarannya, juga apakah dari lagu ke lagu cocok dimainkan bersamaan atau berlanjutan. DJ juga perlu punya pengetahuan musik, karena ia harus membuat sinkron ketukan dan transisi lagu, juga untuk memilih lagu/bunyi yang enak didengar.
Ya, sekarang ini semua orang bisa menjadi DJ.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !